Wacana Gerakan Sosial: Tiga Bilik Kemanusiaan dan Peranan IMM Didalamnya

KARYA KADER OPINI

Oleh: Dina Nafi’ah

Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah atau IMM merupakan gerakan mahasiswa Islam dan salah satu organisasi otonom Muhammadiyah. IMM memiliki trilogi yang menjadi tanggung jawab kader IMM dalam menjalankan setiap aspek kehidupan di antaranya Keagamaan, Kemahasiswaan, dan kemasyarakatan. Untuk bisa mengaktualisasikan ketiga unsur trilogi tersebut, kader IMM harus memiliki tauhid yang kuat, serta pemahaman yang lebih mengenai internal Muhammadiyah itu sendiri. Selain itu, kader IMM haruslah memiliki pengetahuan yang luas dan penalaran yang kritis agar senantiasa bisa memikirkan jauh ke depan mengenai kemungkinan permasalahan yang akan terjadi.

Jika melihat kembali sejarah berdirinya IMM, dalam Muktamar pertama pada tanggal 1-5 Mei 1965 yang melahirkan deklarasi Kotta Barat yang berisi enam poin yang kita kenal dengan “enam penegasan IMM” memperlihatkan dengan jelas kelahiran IMM merupakan upaya dalam internalisasi nilai-nilai ke-Islaman dari berbagai bidang terutama bidang kemanusiaan sebagai perwujudan keimanan kepada Allah SWT dan wujud ibadah sosial serta menjadi bagian dari Muhammadiyah dalam menjalankan persyarikatan sebagai gerakan Islam, dakwah amar makruf nahi munkar dan juga gerakan tajdid. Selain itu IMM lahir juga untuk menghidupkan kesejahteraan dalam ke Indonesiaan dengan mengedepankan nilai-nilai keilmuan dengan terus menjaga resonansi gerakan organisasi.

IMM sebagai organisasi otonom Muhammadiyah harus mengambil segmentasi berbeda yang berkesinambungan dari induknya. Sehingga IMM mampu menggerakkan nalar kritis gerakannya pada nalar untuk mencapai tujuan IMM “Mengusahakan terwujudnya akademisi Islam yang berakhlak mulia dalam rangka mencapai tujuan Muhammadiyah”. Gerakan kemanusiaan IMM bukan pada pengetasan kemiskinan dalam perubahan fisik, tetapi IMM harus masuk pada bilik-bilik kemanusiaan lainnya yang ini membutuhkan konsentrasi dan kemampuan yang berkelanjutan serta energi pemikiran yang hal ini ada pada mahasiswa dan IMM di dalamnya. Yang mana IMM memiliki jaringan luas di setiap PTN, PTS terutama di PTMA yang tersebar di seluruh Indonesia bahkan dunia.

Ada tiga bilik kemanusiaan yang IMM bisa berperan di dalamnya, bilik kemanusian yang pertama yakni kemiskinan pengetahuan (kebodohan), merupakan nilai kemanusiaan yang perlu digerakkan dalam aksi nyata nalar kemanusiaan IMM saat ini. Kebodohan dalam pemikiran yang mengakibatkan semua tindak tanduk masyarakat berjalan begitu saja tidak berdasar landasan yang jelas, tidak berdasarkan literasi dan literatur yang dapat dipertanggung jawabkan sehingga tidak dengan mudah masyarakat saling menyalahkan dan saling mengklaim kebenaran. Nilai perbedaan pendapat akan menjadi teman-teman dalam setiap situasi dan kondisi di masyarakat sehingga masyarakat dengan sendirinya tersadar bahwa perbedaan merupakan kekayaan dan fitra manusia. Dengan kompetensi IMM yang intelektual humanis sudah pasti mampu melakukan pendekatan dalam menyelesaikan kebodohan di masyarakat, baik kebodohan dalam pemikiran, perkataan serta perbuatan. Dan perlu dipahami juga bahwa tidak ada manusia yang diciptakan oleh Allah SWT itu dalam keadaan bodoh, yang ada adalah mereka tidak bertemu dengan guru dan orang-orang pada pengetahuan untuk membersamainya.

Bilik kemanusiaan kedua adalah kemiskinan fitrah hati, nilai kemanusiaan ini juga harus menjadi konsentrasi IMM sebagai gerakan mahasiswa yang memiliki kompetensi intelektual religius menjadi modal utama untuk mengubah wajah peradaban masyarakat yang saat ini secara nurani berangsur-angsur ditinggalkan bahkan cenderung hilang, mengedepankan nafsu tanpa ada kontrol hati, sering banyak membaca media sosial tapi media agama (Al-Qur’an dan Hadist) ditinggalkan. Sehingga hati menjadi kaku, keras dan sulit menerima kebenaran yang ada egoisme dibesarkan hal ini terlihat dan sering kita rasakan dalam keputusan-keputusan kebijakan yang sering meninggalkan persoalan serta bergejolak yang berimbas pada nilai-nilai kemanusiaan, multi tafsir dan bahkan mendiskriminasikan golongan satu dengan golongan lain, menjatuhkan bahkan merendahkan. Nalar gerakan IMM sudah harus juga masuk pada ranah pengkayaan hati agar lebih hidup, pendekatan Qur’ani, pendekatan-pendekatan ilahiyah juga harus dijalankan oleh kader dan para aktivis IMM, Dari sini masyarakat akan segera tersadarkan dan tergerak untuk melakukan pembelaan-pembelaan bukan karena kepentingan serta politik belaka melainkan pembelaan merupakan bentuk ibadah dan pertanggung jawaban sebagai khalifah.

Bilik kemanusiaan ketiga ialah kemiskinan jiwa sosial, jika kita melihat saat ini secara sekilas bahwa semua orang memiliki rasa kepedulian sangat tinggi, hal itu benar adanya dan tidak dapat dipungkiri. Hal ini terlihat dengan banyaknya program-program yang diberikan pemerintah misalnya berupa bantuan-bantuan serta subsidi makanan, pendidikan dan lain sebagainya yang ini berdampak pada ketergantungan dan pengharapan lebih yang melunturkan kemandirian serta mematikan jiwa sosial. Lebih dalam sadarkan kita bahwa dengan perlakuan ini akhirnya masyarakat menjadi miskin untuk saling memberi dengan kesadaran sendiri karena semua sudah berpikir bahwa pasti akan ada yang membantunya. Dan yang terjadi saat ini adalah kita hanya sibuk dan cukup memberikan saja tanpa juga melakukan pendampingan pada kehidupan sosialnya. Maka di sinilah IMM harus mengambil peran memberikan pemahaman, bahwa tidak selamanya kita akan menerima pemberian dan akan diberi oleh orang yang sama, bahwa dalam kehidupan ini harus bersama dan saling bahu membahu sebagai wujud asli jiwa rakyat Indonesia. Kemiskinan jiwa sosial ini akan melahirkan kekerasan-kekerasan fisik maupun non fisik yang pasti akan menimbulkan masalah baru. Oleh sebab itu, IMM harus memiliki laboratorium sosial untuk mengkaji persoalan-persoalan yang terjadi di masyarakat secara massif dan mendalam sehingga persoalan dapat dituntaskan dengan cepat dan tepat. Dengan rumah besar persyarikatan Muhammadiyah IMM harus mampu membuat ruang kajian, ruang diskusi serta mimbar pengetahuan yang dapat merumuskan langkah-langkah dalam menyelesaikan kemiskinan jiwa sosial yang melanda masyarakat saat ini.

Pada akhirnya, jika IMM sebagai organisasi gerakan mahasiswa hanya berhenti pada tataran diskusi saja, sama halnya dengan bunyi petir di siang hari tanpa menurunkan hujan, suaranya keras mengagetkan namun tidak mampu menghadirkan kehidupan isi dunia sehingga yang terjadi penyesalan atas gelegarnya suara petir. Ketika IMM dengan kualitas dan kuantitas kadernya berhenti hanya pada nalar-nalar diskusi dan tidak ada nalar praksi gerakan maka IMM tidak ubahnya seperti orang yang bertemu tidak berjumpa, kosong hampa dan omong doang. Saat ini IMM harus melakukan usaha dan gerakan-gerakan kecil yang dapat mewarnai serta menyelesaikan persoalan kemanusiaan dengan pendekatan dan gaya mahasiswa sebagai kaum-kaum intelektual idealis yang dibingkai dengan kematangan religius dan kayanya jiwa humanis.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *