Oleh : Muhammad Musa Aminullah (Peserta DAD IMM A.R Fachruddin, Anggota Bidang Kader IMM Ibnu Sina 2020/2021)
Praktek patriarki masih eksis
Wanita menjadi aib
Mereka hanya mampu menangis
Duduk terjerembab
Mulai dari dikubur hidup-hidup, sampai teman hidung belang saat malam petang
Menjadi pekerja dapur, sumur, dan kasur
Bodoh, dilarang pintar
Padahal dari otaknyalah, pemikir dunia lahir
Bukan lemah!! Tapi lembut
Darisanalah peradaban manusia bertahan
Ya… dari perasaan
Era laki- laki sudah enyah
Paham matriarkis makin menjarah
Dirasa luka lama makin menanah
Padahal itulah seruan kaum penjajah
Feminis, liberalis, sekuleri
Seakan menjadi solusi di era globalisasi.
Berharap setara dengan laki-laki
Fitrah dilangkahi
Kesetaraan gender jadi jargon inti
Tak seburuk itu sobat
Titik cahaya masih terlihat
Kartini dan ribuan wanita menjawab
Wanita itu setara
Merekalah yang merana
Lalu diciptakan jargon-jargon berbahaya
Wanita ditindas, sangat salah
Wanita melampaui batas pun, sangat salah
Kartini membuka mata dunia
Kartini memang dari golongan aristokrat
Tali hatinya menyatu dengan proletariat
Sukmanya berhembus Islam kaffah
Gema lantang suaranya membahana di luas semesta
Nilai pikirannya terngiang disetiap jiwa belahan dunia
Dalam dunia berselubung kelam, selalu ada cahaya menembus gelap
Agaknya setelah beredar pemahaman childfree yang ramai.
Barangkali puisi yang pantas disuarakan saat kartinian ini cukup bisa menyindir hal itu.