Instruktur suatu Keharusan atau Kebutuhan? Mematahkan Stigma Negatif dalam Pikiran Kader

KARYA KADER OPINI

Oleh : Muhammad Sayyidin Jaya Negara (Ketua Umum PK IMM A.R Fachruddin UNIMUS 2021/2022)

Berbicara soal Perkaderan maka tidak akan lepas dari unsur Sistem, Pengelola (Instruktur), dan Kader. Semuanya saling keterkaitan antara satu dengan yang lain. Misalnya saja ketika sistem nya buruk maka akan berdampak pada proses jalannya perkaderan. Kalau kita kontekstualisasikan pada organisasi IMM maka sudah tentu ada satu sistem resmi dari pusat yakni Sistem Perkaderan Ikatan (SPI) hanya saja sifatnya masih general, jadi biasanya disetiap cabang dibuatlah sistem operasional prosedur atau SOP perkaderan dengan menyesuaikan kondisi kader atau lingkungan nya. Tetapi penulis tidak akan fokus membahas perihal sistem, mungkin di lain kesempatan. Selanjutnya pun dengan instruktur juga akan sangat berpengaruh dalam kaderisasi  karena peran – peran instruktur dalam pendampingan dan pengarahan  akan menentukan kader mau dibawa ke arah mana. Dan yang terakhir kader itu sendiri, bagaimana kondisi awal kader atau latar belakang setiap masing – masing kader akan menentukan metode seperti apa yang tepat untuk melakukan kaderisasi.  

Mengenal Lebih Dekat Sosok Instruktur IMM

Mengutip dari Sistem Perkaderan Ikatan, 2022 Instruktur berasal dari in-structure yang berarti mendesain, membina, mengasuh, membangun dan mendidik. Menurut KBBI, instruktur adalah orang yang mengajar, melatih, membimbing. Instruktur IMM adalah kader IMM yang telah mengikuti perkaderan khusus dan memiliki komitmen untuk menjalankan tugas melakukan pembinaan ideologi kompetensi kader. Dalam mengikuti perkaderan khusus disyaratkan telah berproses selama dua tahun padatingkat komisariat.

Instruktur perkaderan IMM bertugas dalam kegiatan perkaderan yang dilaksanakan pada setiap level kepemimpinan IMM yang dibentuk oleh pimpinan di atasnya dan menjadi sebuah tim yang bertanggung jawab dari pra kegiatan hingga pasca kegiatan, sehingga tercapai kompetensi yang di inginkan. Secara singkat tugas instruktur dalam perkaderan IMM ialah mendeteksi dan menganalisis kebutuhan kegiatan, merekomendasikan diadakannya suatu program kegiatan, dan pengalaman belajar.

Penulis pernah menyinggung sedikit pada tulisan sebelumnya mengenai tugas pokok dan fungsi instruktur sebagaimana termaktub dalam SPI diantaranya ada; the diagnostic function, the planning function, the facility function, the educational function, the motivational function, the manajerial function, the resource function, the evaluate function.

Mematahkan Stigma Negatif Terkait  Instruktur dalam Pikiran Kader

Realita yang perlu penulis ungkapkan bahwa pemikiran – pemikiran yang seringkali dibangun hampir di setiap forum –forum diskusi atau obrolan santai lingkar kader yang penulis temui yakni bagaimana pemikiran negatif yang melekat pada diri instruktur. Munculnya stigmatisasi yang cukup mengkhawatirkan di khalayak kader IMM ini di terima dalam berbagai wujud, seperti instruktur memiliki tanggung jawab yang cukup berat bahkan selama masih hidup, harus multitalent, mendidik kader hingga tuntas secara ideologi dan memiliki kualitas, harus siap kapanpun ketika dibutuhkan, mendapat hujatan ketika ada masalah perkaderan misalnya saja kurang berhasilnya kaderisasi sehingga mengakibatkan lepasnya para kader, dan lain sebagainya.

Tentu itu tidak salah, memang secara ideal instruktur harus bertugas sebagaimana mestinya sesuai Sistem Perkaderan Ikatan, akan tetapi menjadi sosok instruktur yang ideal membutuhkan proses yang cukup panjang tentunya dengan pengalaman – pengalaman lapangan yang perlu dilalui, tidak kemudian cukup sekedar mengikuti Pelatihan Instruktur sudah bisa menjadi Master dalam perkaderan. Stigma yang sudah terbangun di setiap kader  tersebut berdampak pada regenerasi instruktur, terlihat bagaimana minimnya kader yang melanjutkan perkaderan khusus yakni pelatihan instruktur, kondisi yang jauh lebih buruk bahkan bisa menuju ke matinya perkaderan. Maka stigma ini perlu di hentikan, mulailah membangun hal – hal positif pada kader.

Urgensi Instruktur dalam Perkaderan Komisariat

Komisariat adalah wadah pertama kader mengenal IMM, ada yang tertarik karena organisasi yang religius dengan menjunjung tinggi nilai – nilai agama, ada juga yang tertarik karena forum keilmuan atau pun gerakan – gerakan sosial masyarakat nya dan barangkali tertarik karena ada yang di idam – idamkan :V. Setiap kader hadir dengan latar belakang yang berbeda –beda dan dengan karakter yang beragam pula seperti kader yang kalem, keras, celelekan, suka nongkrong, hura – hura, bodoamat, apatis dan karakter – karakter yang lain.  Maka realitas yang ada ini dibutuhkan metode yang tepat untuk melakukan proses kaderisasi sehingga kader dapat tetap diarahkan dan dimaksimalkan potensi yang dimilikinya untuk mecapai cita – cita ikatan.  Tentu semua itu kita pelajari dalam ke instruktur an, sama halnya seorang guru atau dosen mereka melalui proses pendidikan S1 profesi pendidikan misalnya untuk menjadi guru dan S2 untuk menjadi dosen. Memang semua orang bisa melakukan pendidikan atau perkaderan, akan tetapi untuk mengarahkan agar sesuai yang diinginkan perlu dipelajari dalam forum pendidikan khusus yang berkelanjutan. Tapi pada intinnya siapapun bisa menjadi Instruktur tidak hanya kader yang sudah matang ber IMM karena lagi – lagi metode pendekatan ke kader memerlukan sosok- sosok yang satu frekuensi dengannya.

Maka instruktur adalah kebutuhan setiap komisariat untuk tetap dapat melangsungkan proses regenerasi. Kenapa komisariat? Kan ada instruktur  cabang?Memang kalau kita bicara posisi instruktur adalah dibawah naungan cabang akan tetapi jauh lebih efektif jika setiap komsiariat ada kadernya yang menjadi instruktur cabang karena mereka yang lebih paham kondisi di komisariatnya sehingga akan lebih mudah melakukan kaderisasi.  Coba bayangkan jika satu komisariat dengan jumlah kader puluhan bahkan ratusan tidak memiliki instruktur sama sekali, mau di arahkan kemana para kader? Tidak mungkin kalau kita biarkan kader berjalan sendiri – sendiri atau menjadi pengikut salah satu pimpinan yang belum pernah sama sekali mengikuti perkaderan khusus, mungkin tepat kalau misal pimpinan itu memang benar – benar matang secara ideologi dan paham metode yang tepat, kalau tidak?.  Kebutuhan instruktur di setiap komisariat memang penting karena untuk terus melakukan pendampingan dan monitoring kader. Maka ideal nya instruktur harus berbanding dengan jumlah kader di komisariat. Syukur semua pimpinan sudah berproses di perkaderan khusus maka akan lebih efektif nantinya baik perkaderan secara struktural malalui bidang maupun kultural.

Jadi, perlu penulis tekankan untuk mengubah cara berpikir kita semua bahwa instruktur sebenarnya tidak lagi menjadi kewajiban yang seakan akan menuntut diri kita atau komisariat mendelegasikan kader nya harus mengikuti PID akan tetapi ya itu kebutuhan kita di komisariat dalam melangsungkan roda organisasi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *