Oleh : Rendy Adityansyah (Peserta DAD IMM AR Fachruddin 2021)
Menjemput cinta yang halal adalah dengan cara yang Allah SWT ridai. Cinta yang halal di dalam Islam merujuk pada sebuah pernikahan. Dua insan antara pria dan wanita yang saling mencintai hendaknya melaksanakan sebuah pernikahan. Tetapi, faktanya di zaman sekarang ini banyak muda-mudi yang memaknai cinta dengan jalan yang haram, seperti berpacaran. Mereka beranggapan bahwa dengan berpacaran, maka mereka dapat lebih saling mengenal satu sama lain atau masa penjajakan. Padahal sudah jelas di dalam Islam mengharamkan untuk berpacaran, karena berpacaran itu mendekati zina. Meskipun ada saja muda-mudi yang beralasan bahwa mereka melakukan pacaran secara sehat. Lebih mirisnya lagi bahwa anak-anak yang masih di bawah umur pun mereka sudah berpacaran.
Berpacaran hanya akan mendatangkan kemudaratan, seperti pergaulan bebas, rusaknya moral,dan lain-lain. Dampak negatif dari pergaulan bebas karena berpacaran adalah semisal berbuat zina dan hamil di luar nikah. Pada saat berpacaran juga biasanya seseorang dapat menjadi orang yang munafik. Seseorang akan menunjukkan hal yang paling baik dalam dirinya agar membuat pasangannya tertarik. Katanya pacaran itu indah, serasa dunia milik berdua. Nyatanya, pacaran itu dosa. Keindahan pada saat berpacaran hanyalah keindahan yang semu. Mereka yang berpacaran merasa saling memiliki satu sama lain. Mereka merasa bahagia dapat saling mengumbar kemesraan yang sifatnya hanya sementara. Banyak orang yang waktunya terbuang sia-sia karena berpacaran. Lebih baik waktu kita dalam menantikan jodoh dipergunakan untuk memantaskan diri, bukan dengan berpacaran.
Memang, pasangan yang ingin menikah hendaknya melakukan perkenalan lebih dulu satu samalain. Tetapi, bukan dengan cara berpacaran. Meskipun pada kenyataannya memang ada pasangan yang menikah setelah mereka berpacaran. Tetapi, tak sedikit juga pasangan yang gagal di tengah jalan. Dan banyak juga orang-orang yang merasakan patah hati karena berpacaran. Iya, karena dengan berpacaran memang tak menjamin bahwa pasangan tersebut akan sampai pada tahap pernikahan. Seseorang yang patah hati dapat melakukan hal yang bodoh, seperti menyiksa dirinya sendiri dengan tak memperhatikan dirinya sendiri, tak ingat makan, malas untuk beribadah, tidak mood, dan lain-lain. Bahkan hal yang lebih fatal bisa saja dilakukan oleh orang yang tengah patah hati seperti bisa sampai bunuh diri dan hal lain yang tidak diinginkan.
Didalam Islam sendiri tahap perkenalan satu sama lain atau masa penjajakan itu dinamakan dengan proses Ta’aruf :
“Ya…. proses ta’aruf. Mengenal dengan baik calon pasanganmu. Kenali baik-baik dirinya. Khususnya agama dan akhlaknya. Karena syariatnya memang begitu. Lelaki diperintahkan Rasul memilih wanita yang baik agama dan akhlaknya, agar selamat.Begitupun seorang ayah diminta menikahkan anak perempuannya jika ada seseorang yang diridhai agama akhlaknya datang melamar.” (Lubis, Arif Rahman, 2018:85, AkuMenjemput Cinta)
Ta’aruf sendiri sangat berbeda dengan berpacaran. Seorang pria yang sungguh-sungguh mencintai seorang wanita karena Allah SWT, maka ia akan mendatangi langsung orang tua atau wali si wanita tersebut untuk mengajak menikah. Bukan mengajak berpacaran.
Untuk saling mengenal satu sama lain di dalam proses Ta’aruf dapat dilakukan dengan cara bertukar Biodata Ta’aruf yang diberikan melalui seorang perantara, baik itu orang tua maupun ustadz/ustadzah. Jika setelah bertukar biodata Ta’aruf dan satu sama lain merasa cocok. Maka selanjutnya dapat dilakukan proses nazhar. Nazhar adalah pertemuan antara kedua belah pihak yang berta’aruf. Pertemuan tersebut dimaksudkan agar satu sama lain dapat melihat secara langsung calon pasangannya. Tetapi, pertemuan tersebut harus ditemani oleh orang ke tiga yang dipercaya agar terhindar dari berdua-duaan. Jika sudah merasa sama-sama cocok dan sudah saling melakukan shalat istikharah. Maka, proses selanjutnya adalah tahap khitbah atau lamaran. Setelah itu, tahap akhir adalah akad dan walimah pernikahan. Jarak waktu antara khitbah ke pernikahan tidak boleh terlalu lama. Karena dikhawatirkan akan berpeluang untuk bermaksiat atau ditikung oleh orang lain.
Akan terasa sangat berbeda rasanya ketika berpacaran dengan cinta yang haram. Atau telah menikah dengan cinta yang halal. Contoh dari hal yang sederhana saja, yaitu pasangan yang saling bertatapan mata satu sama lain. Jika berpacaran hal sesederhana tersebut dapat menjadi dosa. Lain halnya jika telah menikah bahwa hal tersebut justru menjadi pahala.
Berpacaran setelah menikah akan mendatangkan banyak kemaslahatan dan keberkahan di dalam rumah tangga. Menikah adalah bukti cinta sejati yang sungguh indah. Segala sesuatu yang kita lakukan bersama pasangan halal kita dapat menjadi ladang pahala yang berlimpah. Oleh karena itu, mari kita sabagai seorang muslim menjauhi segala macam godaan untuk berzina seperti berpacaran. pada hakikatnya berpacaran setelah menikah itu lebih di anjurkan oleh agama kita karena terikat dengan ikatan yang halal.