Oleh : Nova Putraku Bintang (Ketua Bidang HKP PK IMM Ar-Fachruddin 2023/2024)
Sebagai pemegang jabatan tertinggi di suatu Universitas sudah menjadi keharusan bahwa kepentingan mahasiswa adalah pioritas bagi kebijakan rektorat unimus, pada Rabu, 27/03/2024 kami dari PK IMM Ar-Fachruddin menggelar acara di sebuah resto caffe bernama Arunnika yang manajemennya masih terhubung dengan rektorat Unimus. Kami sudah sepakat dengan pihak terkait bahwasannya tempat VVIP yang telah kami reservasi jauh sebelum hari pelaksanaan dapat kita gunakan, akan tetapi hal diluar dugaan tiba-tiba menghampiri kami tempat yang seharusnya sudah dipersiapkan untuk acara malah dijadikan gudang sementara oleh pihak rektorat, kami pun dipaksa untuk pindah tempat padahal acara seharusnya dimulai 1 jam kedepan dengan dalih bahwa barang yang ada disitu tidak bisa dipindahkan dalam kurun waktu satu hari.
Yang menjadi titik permasalahan adalah pihak rektorat dengan sewenang-wenang menggunakan hak otoritasnya untuk mengedepankan kepentingan Unimus daripada kepentingan mahasiswanya padahal ruangan tersebut memang difungsikan sebagai ruang pertemuan tertutup bukan tempat penyimpanan barang.
Bagaimana bisa kekuasaan yang seharusnya digunakan untuk kebijakan dan mengutamakan kenyamanan baik itu mahsiswa maupun akademisi malah dengan sengaja menutup ruang-ruang diskusi untuk mahasiswa, lebih parahnya lagi ruang tersebut sudah kami reservasi namun tidak digubris dan tak ada sikap tanggung jawab. Hal ini mengingatkan pada salah satu model kepemimpinan di tahun krisis moneter yang mana feodalisme menjadi dasar kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah, kami sebagai mahasiswa atau bisa dibilang rakyat proletar kampus merasa adanya perbedaan yang sangat nyata dimana mereka yang terhubung oleh pihak rektorat seakan mempunyai kewenangan yang bisa digunakan secara sepihak, sedangkan kami para rakyat harus memohon-mohon bahkan sering dipersulit dalam birokrasi. Belum lagi ketika kita dipersekusi karena adanya suatu kesalahan yang bila diliat dari berbagai sudut pandang tentu itu bukan murni kesalahan satu pihak melainkan ada campur tangan dari pihak kampus entah itu mempersulit perizinan, pencairan dana, bahkan untuk menggunakan fasilitas terkadang dibatalkan karena bersinggungan dengan pihak kampus.
Seharusnya pihak rektorat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi mampu bersikap lebih bijak terhadap rakyatnya dalam konteks ini adalah mahasiswa unimus, dan perlu diingat kami adalah ortom anak dari Muhammadiyah itu sendiri yang seharusnya AUM dan Ortom saling bersinergi dalam mendukung kepentingan masing-masing. Dalam situasi tertentu AUM adalah pihak pendukung dari program kebijakan yang dicetuskan oleh Ortom, dengan demikian Ortom pun menjadi suksesi dari kemajuan AUM itu sendiri. Jika dukungan kecil seperti ini tidak mampu diberikan bukankah akan menjadi aib bagi persyarikatan.
Kami harap fenomena ini dapat menjadi perhatian bagi pemegang kekuasaan kampus untuk tidak sewenang-wenang dalam menggunakan otoritasnya, lebih mengedepankan kepentingan mahasiswa dan lebih bijak dalam menggunakan fasilitas sesuai dengan fungsinya, dan perlu diingat bahwa ini bukanlah niat buruk untuk menjatuhkan tapi sebagai kritik dan saran dari kami mahasiswa dan Ortom kepada AUM atau pihak kampus untuk kemajuan Universitas Muhammadiyah Semarang.
Akhir kata IMM JAYA!!!